Sabtu, 11 Juli 2009

Belajar Berjalan.


tertatih aku melumpuhkan hatimu, bukan yang di foto ini lho... ini cuma belajar buat akun di blogspot aja

Kamis, 22 Januari 2009

Sejarah Singkat Kanjeng Sunan Drajat



Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470. Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang.Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Lamongan.Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama islam di desa Drajad sebagai tanah perdikan dikecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari surabaya maupun Tuban lewat Jalan Dandeles ( Anyer - Panarukan ), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaran pribadi.
Sejarah singkatSunan Drajat bernama kecil Raden Syari­fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Beliau memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal sosiawan sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Beliau terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha kearah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak I pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.Wewarah pengentasan kemiskinan Sunan Drajat kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :

  1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
  2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
  3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
  4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu - nafsu)
  5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
  6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir bathin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu)
  7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
    PenghargaanDalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singomeng­koknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda­banda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Daerah Lamongan mendirikan Musium Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur tanggal 1 maret 1992.Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp. 98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 s/d 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.(disarikan dari berbagai sumber)

Selasa, 06 Januari 2009

Empat Langkah Ajaib Mengentas Kemiskinan

EMPAT LANGKAH MENGENTAS KEMISKINAN
1. Berikan tongkat kepada orang buta(wenehono teken marang wong wuto)
2. Berikan makanan kepada orang lapar(wenehono mangan marang wong luwe)
3. Berikan pakaian kepada orang telanjang(wenehono busono marang wong wudo)
4. Berikan tempat berteduh kepada orang kehujanan(wenehono ngiyup marang wong kodanan)

Sunan Drajat adalah salah seorang anggota Wali Songo periode kelima pada pertengahan abad ke-15 yang berdakwah di sebelah barat Surabaya.Dia dikaruniai karomah dan derajat lebih tinggi, yang tidak semua orang memilikinya.Ajarannya yang terkenal adalah anjuran kepada setiap orang untuk berlaku sosial atau berbuat baik pada sesama.Sebelum berbuat baik kepada orang lain, seseorang harus mampu memimpin diri sendiri dan keluarga.Jika kita belum mampu memimpin diri dan keluarga namun kepada orang lain sudah berbuat sosial, maka tindakan ini adalah perbuatan orang yang mencari pujian.Perbuatan mencari pujian dapat dikategorikan perilaku orang sombong yang dikutuk Allah.Kalau sewaktu-waktu kita dipuji orang, maka jawablah "Alhamdulillah" (segala pujian hanya milik Allah).Empat cara berperilaku sosial yang digambarkan oleh Sunan Drajat dengan contoh-contoh sederhana yaitu:
Pertama: Berikan tongkat kepada yang buta (wenehono teken marang wong wuto).Orang bodoh diibaratkan sebagai orang buta, yang tidak dapat melihat isi dunia ini.Agar dapat mengetahui dunia, maka orang tersebut harus dibantu dengan ilmu, yang diibaratkan dengan tongkat penuntun.
Kedua: Berikan makanan kepada yang lapar (wenehono mangan marang wong luwe), maksudnya agar kita mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Ketiga: Berikan pakaian kepada yang telanjang (wenehono busono marang wong wudo). Maksudnya agar kita memberikan pelajaran kesusilaan kepada anggota masyarakat.
Keempat: Berikan tempat berteduh kepada yang kehujanan (wenehono ngiyup marang wong kodanan).Maksudnya agar kita memberikan perlindungan kepada orang-orang yang ditimpa musibah.